Oleh : Saleh Hidayat, S.H, Caleg DPR RI dapil Jabar 4 /Kota & Kabupaten Sukabumi dari PBB
Tampilnya Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres Prabowo Subianto yang di usung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang terdiri dari partai Gerindra, Golkar, PBB, PAN, Demokrat Gelora dan partai baru lainnya, telah menghentakkan publik dan menjadi pusat perhatian dan opini dimasyarakat sekaligus juga terjadi perubahan peta politik dan konstalasi politik menghadapi gelaran pemilu serentak pileg dan pilpres 2024.
Pro Kontra, spekulasi dan ekspektasi politik menjadi respon publik, baik dari kalangan elit politik, pengamat, akademisi, media dan masyarakat umum. Terlepas dari pro kontra tersebut, penulis ingin menyampaikan pandangan dan analisa dari sudut pandang korelasinya dengan teori dan praktek demokrasi di abad milineal ini. Berikut ini penulis ingin paparkan pandangan serta analisa terkait teori dan praktek politik dan demokrasi modern dalam sebuah negara demokrasi. Demokrasi modern itu harus dibangun oleh 6 hal instrumen prinsip yang terikat satu sama lain, tidak bisa terpisahkan apalagi dipisahkan salah satunya menjadi lebih prioritas atau diprioritaskan.
6 hal instrumen prinsip tersebut adalah pertama Liberty, yaitu adanya keterjaminan kemerdekaan atau kebebasan, setiap warga negara dalam berdemokrasi, artinya setiap warga negara terjamin hak dan kewajibannya dalam menyuarakan aspirasi, opini, kritik dan konrol sosial serta menentukan pilihan politiknya dalam kerangka membangun peradaban sosial (civil society) dan pembangunan bangsa dan negara (nation state building) yang lebih maju dan bermartabat.
Kedua, Egality, yaitu dalam berdemokrasi harus ada keterjaminan persamaan hak bagi setiap warga negara untuk dapat mengartikulasikan gagasan atau pemikiran atau bahkan sebuah ideologi agar dapat ditransformasikan dan di implementasikan kedalam struktur kekuasaan, baik kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif melalui partisipasi peran secara langsung terlibat dalam kekuasaan tersebut, atau melalui partisipan dan peran sebagai kontrol sosial atau pengawasan diluar lembaga kekuasaan melalui lembaga sosial atau organisasi sosial kemasyarakatan yang diakui dan sah dihadapan penguasa atau Pemerintah.
Ketiga, Praternity, yaitu prinsip persaudaraan, yakni dalam berdemokrasi semua warga negara, kelompok sosial, agama, etnis, kelompok politik dan kelompok atau golongan lainya semuanya adalah saudara satu sama lain sebagai anak bangsa, meskipun terbagi bagi kedalam kelompok, agama, etnis dan golongan tersebut, kelompok, agama, etnis dan golongan adalah hanya sebuah warna atribut kebangsaan yang justru sebuah kemajemukan yang harus dijaga dan dipertahankan dalam satu bingkai persatuan dan kesatuan bangsa dan negara.
Keempat, Kompetisi, yakni setiap warga negara punya hak sama yang dijamin secara konstitusional untuk dapat bersaing atau berkompetisi agar dapat masuk kedalam sistem dan struktur kekuasaan (legislatif, eksekutif dan yudikatif) baik melalui proses politik, yakni melalui pemilu (Pemilu legislatif, pemilu pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilu pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dan pemilu kepala desa) atau berkompetisi masuk kedalam sistem dan struktur kekuasaan melalui jalur profesional karir birokrasi di Instansi Pemerintahan.
Kelima, Mayority, yakni adalah prinsip mayoritas atau terpilih berdasarkan suara terbanyak sebagai penentu jalan masuk atau hak setiap warga negara untuk dapat menjadi anggota legislatif, kepala atau wakil kepala daerah, presiden atau wakil presiden. Keenam, Supremasi hukum, yakni adalah jaminan keadilan dan kepastian hukum bagi semua warga negara, dimana setiap.warganegara adalah sama dan memiliki hak konstitusional yang sama (equality before the law) . Berdasarkan hal tersebut, saya melihat perkembangan politik dan demokrasi di negara kita ini, sedang melangkah menuju sebuah demokrasi demokrasi modern, hal itu terlihat dengan tampilnya Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres Prabowo meskipun menjadi pro kontra karena melalui proses perombakan sistem hukum dan konstitusi politik secara radikal dan kontoversial, yakni melalui upaya hukum uji materi suatu norma atau pasal dalam UU Pemilu terkait batas usia minimal, yakni 40 tahun sebagai syarat Calon Presiden atau Wakil Presiden. Putusan MK terkait syarat batas usia Capres atau capres tersebut telah dirubah oleh MK, yakni menjadi berusia minimal 40 tahun atau berpengalaman telah atau sedang menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilu. Implikasi hukum dari Putusan MK tersebut, Konstitusi.
Negara kita telah membuka dan menjamin hak politik secara terbuka kepada generasi muda (generasi gen Z) untuk dapat berkompetisi dalam setiap pesta demokrasi untuk tampil menjadi Calon Presiden atau Calon Presiden pada setiap Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Putusan MK tersebut mulai berlaku pada Pilpres 2024. Sebenarnya kepala daerah yang berusia dibawah 40 tahun yang sekarang sedang menjabat, bukan hanya Gibran Saja, ada banyak kepala daerah yang berusia muda dibawah 40 tahun yang memenuhi syarat sebagai calon presiden atau wakil presiden. Akan tetapi, karena Gibran adalah Putera dari Presiden Joko Widodo, inilah yang menjadi Pro Kontra, spekulasi dan ekspektasi politik yang berdampak pada peta politik dan konstalasi politik menghadapi pilpres 2024 .
Penulis sendiri berpandangan, sebenarnya Putusan MK itu adalah sebuah inovasi hukum baru yang mengikuti dan mengakomodir trend jaman (generasi muda gen Z) serta bertujuan visioner kedepannya. Penulis Juga melihat Sosok Gibran memang Representatif mewakili generasi muda gen Z yang memiliki kesempatan dan kemampuan serta dukungan politik pada Pilpres 2024, oleh karena Justru Gibran adalah Putra dari Presiden Joko Widodo, seandainya Gibran bukan anak presiden, saya kira Partai Politik tidak akan meliriknya untuk diusung dan dicalonkan jadi Wakil Presiden. Penulis adalah praktisi hukum, aktivis pemuda Islam dan aktivis pendidikan.***