wahanainformasi.com – Sukabumi – Pada hari Minggu 10 Nopember 2024, Ketua Umum Paguyuban JTM sambangi warga masyarakat Pantai Minajaya, yang terdiri dari Pokdarwis Desa Buniwangi, Kelompok Masyarakat Pedagang UMKM dan Asongan, Kel masyarakat Penggarap lahan, dan hadir Juga HNSI Nelayan Minajaya, Karang Taruna Desa Buniwangi, KNPI Kecamatan Surade.
Pada pertemuan itu, Ketum JTM bersama sekjen dan jajaran LPBH, secara langsung, mendengarkan keluhan dan alasan penolakan Pembangunan Tambak Udang di Pantai Minajaya, dan dinamika masyarakat penggarap lahan yang sudah menerima surat edaran, dari perusahaan, serta upaya lain, untuk mengosongkan lahan dan membongkar bangunan yang ada.
Ketua Pokdarwis Yusuf Sadam menyatakan keberadaan Tambak akan merusak lingkungan dan habitat pariwisata sehingga tegas menyatakan Menolak pembangunan Tambak Udang di Pantai Minajaya.
Kelompok Pedagang Makanan yang diwakili Bapak Oleh menegaskan tentang PP 11, tentang titik koordinat Pantai dan maritim yg tidak boleh diganggu oleh pihak manapun, Para penggarap lahan, melalui Wa Bajing menyatakan ketegasannya untuk menolak pembangunan Tambak Udang, karena lahan garapannya itu dapat beli dari pegawai perusahaan, dan rata-rata masyarakat penggarap lahan itu mendapatkan lahan dengan cara membeli.
HNSI Nelayan Minajaya, Karang Taruna Buniwangi dan KNPI Kec Surade, senada memberikan dukungan dan pernyataan Penolakan Tambak Udang, dan sepenuhnya mendorong Paguyuban JTM untuk melakukan pendampingan dan pengawalan perjuangan ini, sampai tuntas.
Ketum JTM mengamini dan menyatakan sikap, akan mendukung perjuangan masyarakat ini, “kami secara prinsip sangat memahami perjuangan masyarakat Minajaya, karena pihak perusahaan ini juga punya problem yang akut, karena sudah 26 tahun mengantongi ijin HGB, tersisa 4 tahun lagi tapi tidak mampu menjalankan peranannya, sehingga kita menganggap perusahaan ini, tidak layak untuk diberi mandat baru melanjutkan HGB dan harus kembalikan lahan ini 100% kepada Pemerintah atau pun kalau pada akhirnya diberi ijin baru wajib menetapkan penyisihan lahan hak masyarakat sesuai dengan peraturan Per Undang-Undangan yang berlaku.
Kalau dilihat kondisi di lapangan, Pemerintah Wajib menolak permohonan ijin baru, karena lahan ini sudah terlantar sedemikian lama kalau saja tidak digarap oleh masyarakat, dengan beban kewajiban bagi hasil panen garapan yg relatif memberatkan, dari setiap panen rata-rata wajib setor hasil panen 30%. Sehingga keberadaan perusahaan ini, bukan sebagai pemegang HGB, tapi faktanya hanya sebagai pemberi sewa lahan kepada masyarakat. Bahkan ada oknum pegawai yang dengan sengaja jual lahan garapan kepada masyarakat, dan disaat masyarakat sudah mendapatkan manfaat nya, hari ini karena Tambak Udang serta merta akan terusir dari lahan garapannya yang secara otomatis akan menghilangkan mata pencaharian masyarakat penggarap untuk kehidupan sehari-hari.
Hendra menelaah, dan secara kasat mata bisa dilihat dimanapun, keberadaan Tambak Udang itu merusak habitat wisata, kelestarian lingkungan dan sempadan Pantai, sehingga kegiatan parawisata total terhenti, ini yang paling memprihatinkan, sedangkan efek kehidupan pariwisata ini luar biasa secara ekonomis menumbuhkan geliat kehidupan masyarakat. Sehingga Hendra berharap Pemda Kabupaten Sukabumi dan Dinas terkait jeli, dan memahami konteks permasalahannya dan mengerti betul subtansinya.
Selanjutnya Ketum JTM meminta agar perusahaan jangan melakukan eksekusi atau tindakan apapun di lapangan untuk menghindari kemungkinan terjadi nya chaos, atau perlawanan anarkis, sebelum ada kejelasan baik secara kesepakatan atau pun regulasi.