Jampang Creative Camp: Gerakan Anak Muda Pajampangan Bangun Budaya dan Ekologi Lokal di Ujung Genteng

wahanainformasi.com – Sukabumi – Selama dua hari, Pantai Cibuaya di Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi, menjadi ruang bertemunya gagasan kreatif dan kesadaran ekologis dalam Jampang Creative Camp. Kegiatan yang digagas oleh komunitas Pakidoelan Eco Art atau Pakidoelan Lab ini lahir dari keprihatinan terhadap minimnya peristiwa budaya di wilayah Jampang yang berpijak pada narasi lokal serta pemanfaatan potensi alam secara berkelanjutan.

Ketua Pakidoelan Lab, S. Sophiyah K., menyebut bahwa program ini dirancang sebagai ruang belajar dan berkarya yang menekankan pendekatan edukatif dan rekreatif.

“Jampang Creative Camp adalah ruang pelatihan dan lokakarya seni, budaya, dan bisnis kreatif berbasis kesadaran lingkungan.

Ini adalah inisiatif anak muda Pajampangan untuk mengembangkan kreativitas yang berpijak pada pengetahuan lokal agar tetap relevan dengan dinamika sosial masa kini, sekaligus membuka peluang ekonomi yang berkelanjutan,” jelasnya.

Konsep belajar dengan berkemah di alam terbuka menyatu dengan lanskap menjadi ciri khas kegiatan ini. Keanekaragaman geologi dan biodiversitas di Pajampangan dijadikan sumber daya kreatif untuk memantik inovasi.

Semangat Mularasa Buana diusung sebagai bentuk penghayatan terhadap nilai-nilai lokal dalam menghadapi tantangan global.
Dukungan juga datang dari kalangan masyarakat pesisir.

Denda, perwakilan Forum Masyarakat dan Nelayan Minajaya, mengingatkan pentingnya kesadaran ekologis warga. “Geopark itu bukan cuma Ciletuh. Pantai Cibuaya dan Minajaya juga masuk dalam kawasan Geopark.
Harusnya kita sadar untuk menjaga lingkungan tanpa harus diberi tahu,” ujarnya.

Lebih jauh, Denda menekankan bahwa pelestarian lingkungan, termasuk kawasan geopark, semestinya dilakukan dengan pendekatan bottom-up—berdasarkan nilai dan kepercayaan lokal. “Kalau masyarakat sadar betul siapa dirinya, dari mana berasal, dan bagaimana leluhur mereka memperlakukan bumi dan semesta, maka budaya perilaku menjaga alam itu sebenarnya sudah tertanam.
Rasa-rasanya, geopark tidak perlu memiliki badan pengelola jika tujuannya hanya untuk komersialisasi,” tegasnya.

Senada dengan itu, Beni Bunyamin atau Babab, seorang penggiat lingkungan, mengingatkan agar gerakan pelestarian tidak didorong hanya oleh kepentingan proyek semata. “Kalau semuanya cuma berbasis proyek, bukan panggilan nurani atau jiwa, maka apa pun bentuknya akan hancur,” kata dia.

Jampang Creative Camp menjadi bukti bahwa gerakan budaya dan lingkungan yang berakar pada nilai lokal mampu membangun kesadaran kolektif tanpa harus bergantung pada struktur birokratis, selama masyarakat memiliki kepemilikan dan kebanggaan terhadap tanahnya sendiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *